Dan kemudian berkata
kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja
disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata: "Kamu memiliki
niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap
sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu,
pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana".
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah,
mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang
anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga
kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil
melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan
terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah
dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
pengawas yang
bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil
segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid
selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya
campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat
penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam
kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari
kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan
berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir,
apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian
berkata : "Tak perduli
beras apapun yang Ibu berikan kami akan
terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak
maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna.
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya"
Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami
semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan
berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam
bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu
tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan
ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah
besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa
begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa
pulang saja berasmu itu !".
Dengan berlinang air mata sang ibu
pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu,
sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata
sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang
ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan
memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan
membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita
rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk
bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti
sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan
menyuruhnya bersekolah
lagi."
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat
pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap
pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua
beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu
bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir,
kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang
saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan
untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan,
kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah
anaknya, maka
itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas,
tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah
ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah
membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga
tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke
perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.
Dihari
perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini
duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak
murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang
diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah
sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah
pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata :
"Inilah sang ibu dalam cerita tadi."
Dan mempersilakan sang ibu
tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. Anak dari
sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat
gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang
anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada
anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan
berkata: "Oh Mamaku......
Inti dari Cerita ini adalah:
Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan
sepanjang kenangan" Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus
memberi kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati
mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal lelah
dengan satu
harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses
dimasa depannya. Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama
kita berada dengan satu kalimat: " Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu,
Aku Mengasihimu. ..selamanya"
Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang
memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia,
tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung
tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut
diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.
Saat itu setiap
bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa
kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa
memberikan tiga puluh kg beras tersebut.
Home »
» TRUE STORY : Kisah 3 Karung Beras
TRUE STORY : Kisah 3 Karung Beras
Written By Raden Silaban on Thursday, May 2, 2013 | 7:10 AM
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 Comments